Beranda | Artikel
Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur - Tabligh Akbar Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili
Selasa, 15 Januari 2019

Bersama Pemateri :
Syaikh Ibrahim bin `Amir Ar-Ruhaili

Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur adalah tabligh akbar yang disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. Ibrahim bin ‘Amir Ar-Ruhaili dan diterjemahkan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. pada Selasa, 19 Rabiul Akhir 1440 H  / 25 Desember 2018 M. Disiarkan secara langsung dari Masjid Agung Sleman Yogyakarta.

Tabligh Akbar Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur – Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaily

Setelah beliau memuji Allah subhanahu wa ta’ala kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat, beliau mengucapkan shalawat kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa memberkahi beliau, mengucapkan shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan umatnya.

Kita bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala, atas segala karuniaNya yang telah memudahkan bagi kita untuk melakukan dan menghadiri pertemuan yang diberkahi oleh Allah subhanahu wa ta’ala di salah satu diantara rumah-rumah Allah ‘azza wa jalla. Kita dipertemukan oleh Allah subhanahu wa ta’ala di majelis ini dengan ikatan keimanan yang sama, ikatan aqidah yang sama, yang pertemuan seperti ini diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala didalam Al-Qur’an dan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam didalam sunnah beliau. kita memuji Allah subhanahu wa ta’ala atas kemudahan yang Allah limpahkan kepada kita sehingga kita bisa bertemu di majelis ini.

Kemudian juga beliau mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada Bupati Sleman yang telah memberikan kemudahan dan fasilitas sehingga terselenggaranya acara ini dan juga kepada segenap panitia penyelenggara terutama dari Ma’had Imam Bukhari yang ada di Solo. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan usaha perjuangan yang telah dikerahkan, dijadikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala masuk didalam timbangan kebaikan kita semuanya.

Judul kajian umum pada kesempatan kali ini sebagaimana yang telah dipublikasikan adalah Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Judul ini diambil dari sebuah ayat didalam Al-Qur’an, yaitu surat Saba’ ayat ke-15. Dimana didalam ayat tersebut, Allah subhanahu wa ta’ala mengawali firman-Nya,

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ …

Sesungguhnya didalam kisah kaum Saba’ berikut dengan tempat tinggal mereka ada ayat (tanda kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala)…” (QS. Saba`[34]: 15)

Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan bahwa Saba’ ini memiliki dua lahan pertanian yang sangat subur. Kemudian Allah perintahkan kepada mereka kaum Saba’ untuk menikmati:

لُوا مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ ﴿١٥﴾

Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Rabbmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Rabbmu) adalah Rabb Yang Maha Pengampun” (QS. Saba`[34]: 15)

Dan sebaik-baik tema yang dibahas dalam sebuah majelis adalah tema yang diambil dari Al-Qur’an, mempelajari isi dari Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an, didalamnya terkandung seluruh kebaikan. Siapaun yang berpegang teguh dengan Al-Qur’an, maka dia akan beruntung, dan siapapun yang meninggalkan Al-Qur’an dan mencari petunjuk-petunjuk lain selain dari Al-Qur’an, maka akan tersesat dan menyesatkan orang lain. Sebagaimana sabda Nabi kita Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam:

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ

“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Al-Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Malik)

Al-Qur’an tidak akan bisa kita fahami maknanya dan juga tidak akan bisa kita kuasai hukum-hukum yang terkandung didalamnya kecuali seandainya kita membaca Al-Qur’an tersebut dan mentadabburinya. Tidak akan mungkin kita bisa memahami dengan baik isi dari Al-Qur’an kecuali seandainya kita baca dan kita tadabburi. Dan ketika mentadaburi sebuah ayat, tidak cukup kita hanya sekedar memahami makna kata perkata saja. Atau bahkan hanya sekedar mengambil sepotong ayat. Misalnya tadi بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ, itu adalah potongan ayat yang sebelumnya ada beberapa kalimat dan sesudahnya ada beberapa kalimat. Kalau kita ingin memahami suatu ayat dengan sempurna, maka kita harus memahami konteks potongan ayat tersebut kemudian kita lihat kalimat sebelumnya dan juga kita lihat kalimat sesudahnya. Dengan demikian insya Allah kita akan bisa memahami ayat Al-Qur’an dengan baik.

Oleh karena itu sebelum kita menjelaskan tentang arti dari Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur, karena kalimat ini adalah cuplikan potongan dari sebuah ayat yaitu surat Saba’ ayat ke-15. Supaya kita bisa memahami dengan baik potongan ayat ini maka kita perlu untuk mempelajari ayat ini dari awal. Ayat ini bercerita tentang kisahnya kaum Saba’. Yaitu suatu kaum yang telah Allah berikan karunia kepada mereka dengan karunia yang sangat banyak. Allah berfirman:

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ …

Sesungguhnya didalam kisah kaum Saba’ itu ada ayat…

Terutama tentang tempat tinggal mereka.

…جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ

“…di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri.

Allah subhanahu wa ta’ala karuniakan kepada kaum Saba’ ini lahan pertanian yang sangat luas di sebelah kanan dan sebelah kiri mereka.

Jadi ayat ini bercerita tentang kisah kaum Saba’. Sehingga suratnya pun dinamai dengan surat Saba’. Karena didalamnya disebutkan nama Saba’. Saba’ ini, aslinya mereka tinggal di negeri Yaman. Pernah suatu hari Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya oleh salah seorang sahabatnya:

فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا سَبَأٌ أَرْضٌ أَوْ امْرَأَةٌ قَالَ لَيْسَ بِأَرْضٍ وَلَا امْرَأَةٍ وَلَكِنَّهُ رَجُلٌ وَلَدَ عَشْرَةً مِنْ الْعَرَبِ فَتَيَامَنَ مِنْهُمْ سِتَّةٌ وَتَشَاءَمَ مِنْهُمْ أَرْبَعَةٌ فَأَمَّا الَّذِينَ تَشَاءَمُوا فَلَخْمٌ وَجُذَامُ وَغَسَّانُ وَعَامِلَةُ وَأَمَّا الَّذِينَ تَيَامَنُوا فَالْأُزْدُ وَالْأَشْعَرِيُّونَ وَحِمْيَرٌ وَكِنْدَةُ وَمَذْحِجٌ وَأنْمَارٌ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا أَنْمَارٌ قَالَ الَّذِينَ مِنْهُمْ خَثْعَمُ وَبَجِيلَةُ

Lalu seseorang berkata: Wahai Rasulullah, apa itu Saba’, negerikah atau seorang wanitakah? Beliau menjawab: “Bukan negeri atau seorang wanita, tapi ia adalah seorang lelaki yang melahirkan sepuluh anak berbangsa arab. Enam diantara mereka menuju ke arah kanan (Yaman) sedangkan keempat lainnya menuju ke arah kiri. Mereka yang berjalan ke arah kiri adalah Lakhm, Judzam, Ghassan dan Amilah sedangkan yang mengharap berkah adalah Azd, Asy’ari, Himyar, Kindah, Madzhij dan Anmar.” Seseorang bertanya: Siapa itu Anmar? Beliau menjawab: “Orang-orang yang diantaranya Khats’am dan Bajilah.” (HR. Tirmidzi)

Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan tentang kaum Saba’ ini saat mereka masih berada di Yaman.

Allah subhanahu wa ta’ala mulai menjelaskan apa saja ayat yang bisa kita ambil dari kisahnya kaum Saba’. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman bahwa tanda-tanda dan bukti-bukti kekuasaan Allah yang ada dalam kaum Saba’ yang pertama adalah جَنَّتَانِ kalau diterjemahkan secara leterlek adalah dua kebun. Tapi kalau kebun identik dengan sesuatu yang kecil. Padahal tidak demikian. Ini adalah kebun yang sangat luas. Lahan pertanian yang sangat luas. Dan disini beliau menjelaskan secara bahasa bahwa Jannah, aslinya kalau dirunut secara bahasa adalah sesuatu yang tidak terlihat. Kenapa kebun dinamakan sesuatu yang terlihat? Karena saking rimbunnya tanamannya sampai tanaman yang di bawahnya itu nggak kelihatan. Makanya dinamakan Jannah. Begitu pula kata “Jin” Kenapa “Jin” dinamai “Jin“? Karena nggak kelihatan.

Kemudian Allah lanjutkan bahwa dua kebun ini ada di sebelah kanan dan kiri. Imam Thabari dan para ahli tafsir yang lainnya menjelaskan bahwa dua kebun ini terletak diantara dua gunung. Ada gunung, di tengah-tengahnya terdapat kebun. Kenapa dikatakan kanan dan kiri? Karena kalau orang datang berjalan lewat antara dua gunung tersebut, maka dia akan berjalan ditengah tengahnya. Sehingga satu kebun berada di sebelah kanannya dan satu kebun berada di sebelah kirinya.

Setelah itu Allah subhanahu wa ta’ala melanjutkan, كُلُوا مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ, setelah menyebutkan cerita tentang dua kebun itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Makanlah dari rezeki yang Allah berikan kepada kalian.” Berupa apa? Berupa buah-buahan yang dihasilkan yang ditumbuhkan dari pepohonan yang ada di dalam dua kebun tersebut. Kemudian Allah melanjutkan وَاشْكُرُوا لَهُ (dan bersyukurlah kepada Allah). Dan ini menunjukkan bahwa nikmat yang kita rasakan itu dari Allah. Makanya kita disuruh bersyukur kepada Allah. Baru kemudian masuk kepada بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ (Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur). Maksudnya Baldatun Thayyibatun adalah dua atau tempat tinggalnya Saba’ itu adalah baldatun thayyiba (negeri yang baik). Nanti akan dijelaskan secara rinci dari sisi apa sih bagusnya negerinya Saba’? Insya Allah. Kemudian Rabbun Ghafur adalah Rabb kita yaitu Allah subhanahu wa ta’ala lah Yang Maha Pengampun atas dosa-dosa yang kita lakukan.

Barusan adalah tafsir secara global. Sekarang kita akan menyebutkan renungan-renungan yang bisa kita ambil dari ayat yang tadi kita jelaskan secara global.

Renungan yang pertama, yaitu diambil dari firman Allah subhanahu wa ta’ala:

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ …

Sesungguhnya didalam kisah kaum Saba’ itu ada ayat…

Yang akan beliau tonjolkan disini adalah kata “ayat”. Karena Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan bahwa didalam kisahnya kaum Saba’ ada “ayat”. Walaupun cuma satu kata. Seorang sahabat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Ibnu Masud radhiyallahu ‘anhu menjelaskan bahwa tidak ada satu potong kata pun didalam Al-Qur’an kecuali aku ingin untuk memahaminya dengan baik.

Tadi sudah dijelaskan bahwasanya “ayat” secara bahasa artinya adalah tanda. Makanya gunung bisa dijadikan sebagai tanda, kemudian bintang-bintang juga bisa dijadikan sebagai tanda, ini adalah secara bahasa. Adapun definisi “ayat” secara pandangan syariat, sudah kita jelaskan bahwa ayat dari sisi tinjauan syariat bisa dibagi menjadi dua. Yang pertama tadi ayat kauniyah yang kedua ayat syar’iyah. Bedanya kalau ayat kauniyah itu makhluk karena alam semesta, sedangkan ayat syar’iyah adalah kalam Allah dan itu bukan makhluk.

Contoh ayat kauniyah misalnya apa yang Allah sebutkan di dalam FirmanNya:

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚ …

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan…” (QS. Fussilat[41]: 37)

Inilah ayat-ayat yang menunjukkan tentang kekuasaan Allah. Sehingga setelah itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

…لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّـهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ

“…Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya,” (QS. Fussilat[41]: 37)

Sengaja didalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala mengingatkan agar kita tidak salah tujuan ketika melihat keagungan ciptaan-ciptaan tersebut, diingatkan sama Allah bahwa seagung-agungnya ciptaan Allah tetap itu makhluk. Yang namanya makhluk ya gak boleh disembah. Karena ada manusia-manusia yang terkagum-kagum melihat matahari akhirnya menyembah matahari. Terkagum-kagum melihat pohon akhirnya menyembah pohon. Ketika ada orang terkagum-kagum dengan ciptaan Allah, akhirnya menyembah. Ini berarti salah tujuan. Padahal ayat-ayat tersebut Allah subhanahu wa ta’ala ciptakan agar kita mengagungkan Allah yang menciptakan. Bukan mengagungkan yang diciptakan. Termasuk manusia. Manusia juga termasuk ayat Allah, ciptaan Allah. Ada lagit, ada bumi, ada pepohonan, ada hujan, ada rezeki. Semuanya adalah makhluk-makhluk ciptaan Allah. Inilah ayat-ayat yang menunjukkan kebesaran dan kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala.

Simak penjelasannya pada menit ke – 46:22

Dengarkan dan Download Kajian Tabligh Akbar Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur


Jangan lupa untuk turut menyebarkan kebaikan dengan membagikan link download tabligh akbar ini ke Facebook, Twitter, dan Google+ Anda. Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan Anda semua.


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/46366-baldatun-thayyibatun-wa-rabbun-ghafur-tabligh-akbar-syaikh-ibrahim-ar-ruhaili/